Kasus tragis tewasnya remaja disabilitas mengejutkan publik ketika polisi mengamankan empat tersangka pengeroyokan tersebut yang diduga terlibat.

Kasus tragis menimpa R (15), remaja disabilitas tunagrahita di Karawang, yang meninggal setelah dikeroyok. Polres Karawang menetapkan empat tersangka. Peristiwa ini menyisakan duka bagi keluarga korban dan menjadi sorotan terhadap kekerasan terhadap kelompok rentan serta penegakan hukum di Indonesia.
Berikut ini rangkuman berbagai informasi menarik kriminal lainnya yang bisa menambah wawasan Anda hanya di Info Kriminal Hari Ini.
Kronologi Kekerasan Berujung Maut
Peristiwa tragis ini bermula pada Rabu (5/11/2025) sekitar pukul 02.30 WIB, ketika R, seorang remaja tunagrahita, terlihat masuk ke rumah warga di Desa Tegalwaru, Kecamatan Cilamaya Wetan, Karawang. Karena keterbatasannya dalam berkomunikasi, R kesulitan menjelaskan keberadaannya saat ditanyai warga. Ketidakmampuan ini justru menjadi pemicu kekerasan.
Warga menuding R mencuri, meskipun belum ada bukti konkret. Tanpa menunggu penyelidikan lebih lanjut, sekelompok warga mengeroyok R secara brutal. Kekerasan fisik ini menyebabkan R mengalami luka parah dan kritis, yang kemudian membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit.
Setelah delapan hari berjuang melawan luka-lukanya, nyawa R akhirnya tidak tertolong. Ia dinyatakan meninggal dunia pada Kamis (13/11/2025) sekitar pukul 12.30 WIB di Rumah Sakit Umum Daerah Bayu Asih Purwakarta setelah sebelumnya dirujuk dari Puskesmas dan RSUD Karawang. Kepergian R menyisakan kesedihan dan tanda tanya besar mengenai keadilan.
Identifikasi Dan Peran Empat Tersangka
Kepolisian Resor (Polres) Karawang bergerak cepat menanggapi kasus ini setelah kematian R. Berdasarkan penyelidikan mendalam, empat orang akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan yang berujung maut ini. Mereka adalah HW, EF (29), NK (42), dan TF (31). Penetapan tersangka ini didasarkan pada bukti dan keterangan saksi yang kuat.
Kapolres Karawang AKBP Fiki N Ardiansyah dalam konferensi pers di Mapolres Karawang pada Senin (17/11/2025) membeberkan secara rinci peran masing-masing pelaku. Penjelasan ini menggambarkan betapa kejamnya penganiayaan yang dialami Rido, menunjukkan bahwa kekerasan dilakukan secara kolektif dengan peran yang berbeda-beda.
Masing-masing tersangka memiliki peran spesifik dalam penganiayaan tersebut. HW memukul kepala, menendang, dan menghantamkan batu bata; EF memukul kepala, menendang, serta membuka pakaian korban; TF memukuli wajah, kepala, dan badan; sementara NK memukul wajah dan menendang korban. Keterlibatan berganda ini menunjukkan tindakan yang terencana dan kejam.
Baca Juga: Tiga Anggota Komplotan Pencuri Motor Ditangkap Warga di Cengkareng
Detil Kekejaman Para Pelaku

Tersangka HW tidak hanya memukul kepala R berkali-kali menggunakan tangan, tetapi juga menendang korban, dan bahkan menghantamkan batu bata ke kepala remaja disabilitas tersebut. Tindakan brutal ini menunjukkan tingkat kekerasan yang ekstrem dan niat untuk melukai secara serius.
EF juga ikut serta dalam pemukulan kepala R berkali-kali menggunakan tangan, menendang korban sebanyak dua kali, dan yang lebih mengerikan, membuka baju serta celana Rido hingga hanya menyisakan celana dalam. Tindakan ini tidak hanya fisik tetapi juga merendahkan martabat korban.
Sementara itu, TF turut melakukan kekerasan dengan memukuli wajah, kepala, dan badan korban secara berkali-kali, menambah deretan luka pada tubuh R. NK pun tidak ketinggalan, melakukan pemukulan berkali-kali ke arah wajah korban dan menendangnya. Semua tindakan ini secara kolektif menyebabkan penderitaan hebat bagi R.
Ancaman Hukuman Dan Seruan Keadilan
Akibat perbuatan keji tersebut, para tersangka kini dijerat dengan pasal-pasal pidana yang mengancam mereka dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara. Ancaman hukuman ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan keadilan bagi korban serta keluarganya. Proses hukum ini menjadi krusial untuk menegakkan keadilan.
Kasus R menjadi pengingat pahit tentang pentingnya melindungi kelompok disabilitas dari kekerasan dan diskriminasi. Ketidakmampuan R untuk berkomunikasi seharusnya memicu rasa simpati dan pengertian, bukan justru kekerasan. Masyarakat harus lebih sadar akan hak-hak kelompok rentan dan bahaya main hakim sendiri.
Pemerintah dan penegak hukum diharapkan dapat memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi R dan keluarganya. Kasus ini juga harus menjadi momentum untuk meningkatkan edukasi masyarakat tentang disabilitas dan pentingnya empati, agar tragedi serupa tidak terulang di masa mendatang.
Ikuti perkembangan Info Kriminal terupadate setiap harinya agar selalu mendapat kabar terbaru dan akurat seputar dunia kriminal hanya di Info Kriminal Hari Ini.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Utama dari antaranews.com
- Gambar Kedua dari teropongmedia.id