Polisi Bekuk Dua Muncikari Prostitusi Online Anak di Tanjung Priok

Polisi Bekuk Dua Muncikari Prostitusi Online Anak di Tanjung Priok

Beberapa hari terakhir, aparat dari Polres Pelabuhan Tanjung Priok berhasil membongkar jaringan prostitusi daring yang melibatkan anak di bawah umur.

Polisi Bekuk Dua Muncikari Prostitusi Online Anak di Tanjung Priok

Operasi ini berawal dari laporan masyarakat serta aktivitas mencurigakan di media sosial dan aplikasi perpesanan.

Kepolisian melakukan pemantauan, profiling, hingga akhirnya melakukan penyamaran (undercover) untuk memastikan dugaan prostitusi atau “open BO” yang melibatkan kaum bawah umur.

Berikut ini rangkuman berbagai informasi kriminal menarik lainnya dan bermanfaat yang bisa menambah wawasan Anda ada di Info Kriminal Hari Ini.

Modus Operandi Prostitusi Online

Menurut polisi, praktik prostitusi daring ini dijalankan melalui grup‑grup di media sosial dan aplikasi percakapan, termasuk sebuah aplikasi bernama MiChat. Pelaku membuat akun palsu, dan memasang foto profil gadis muda bahkan anak di bawah umur yang dijadikan pekerja seks komersial (PSK). Teknik ini memungkinkan muncikari menawarkan jasa kepada pelanggan tanpa harus bertatap muka awal, sehingga memudahkan operasional mereka.

Setelah mendapatkan calon pelanggan, muncikari kemudian mengatur pertemuan fisik di mana korban, yang masih di bawah 18 tahun, dibawa ke lokasi tertentu untuk “layanan”.

Tarif yang dipatok cukup tinggi laporan menyebutkan bahwa sekali kencan dibanderol sekitar Rp 2,5 juta. Dari jumlah tersebut, pelaku mengambil sekitar 80 persen, sementara sisanya dialokasikan untuk pekerja seks.

Dalam beberapa kasus, korban menjadi terperangkap dalam siklus “open BO” berulang, dieksploitasi secara sistematis. Praktik ini tidak hanya melanggar norma sosial, tetapi juga hukum terutama karena melibatkan anak di bawah umur.

Identitas Pelaku Tersangka

Dua tersangka muncikari tersebut adalah IR, laki‑laki 21 tahun, dan LW, perempuan 28 tahun. Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa IR berperan sebagai pengatur utama, membuat akun di MiChat, melakukan komunikasi, dan mengatur transaksi. Sementara LW berperan mendukung, membantu menyediakan korban serta koneksi ke pelanggan.

Polisi mulai mengendus aktivitas ini ketika menerima laporan dari masyarakat. Lalu mulai menelusuri sejumlah nomor telepon serta akun yang dicurigai.

Setelah dilakukan undercover, polisi berpura-pura sebagai calon pelanggan dan melakukan transaksi. Saat pembayaran dan pengaturan pertemuan dilakukan, petugas langsung menangkap pelaku ketika korban dan muncikari hendak melakukan transaksi.

Menurut penyidikan awal, IR sudah menjalankan bisnis prostitusi daring ini selama enam bulan terakhir. Tarif per sekali kencan Rp 2,5 juta, dan muncikari mengambil sebagian besar keuntungan. Dari pengakuan, bisnis haram ini menghasilkan keuntungan besar bagi pelaku dalam jangka waktu singkat.

Baca Juga: Pelaku Pencurian Ponsel di Mampang Ditangkap Warga dan Polisi

Tindakan Hukum Pelaku

Tindakan Hukum Pelaku

Kedua tersangka seorang pria berinisial IR dan wanita berinisial LW dijerat dengan pasal pidana dari Kitab Undang‑Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu pasal yang mengatur tindakan menjadi muncikari atau memfasilitasi prostitusi.

Mereka dikenakan pasal 296 KUHP serta pasal 506 KUHP karena memudahkan perbuatan cabul untuk tujuan mencari keuntungan, dan karena memperoleh keuntungan dari pelacuran orang lain. Berdasarkan pasal‑pasal ini, pelaku bisa menghadapi ancaman pidana penjara hingga satu tahun empat bulan.

Selain itu, mengingat korban yang dijajakan adalah anak di bawah umur, pelaku juga akan diproses di bawah regulasi perlindungan anak dan hukum terkait eksploitasi seksual. Status korban sebagai anak memicu penerapan hukuman yang lebih berat berdasarkan undang‑undang perlindungan anak.

Proses penyidikan terus berjalan, dengan penyitaan sejumlah bukti seperti ponsel, catatan reservasi, dan bukti transaksi, untuk memperkuat dakwaan.

Imbauan Untuk Perlindungan Anak

Kasus di Tanjung Priok ini kembali mengingatkan kita akan bahaya eksploitasi terhadap anak di bawah umur, terutama di era digital saat ini.

Praktik prostitusi online memberikan ruang bagi sindikat untuk beroperasi secara tertutup memanfaatkan aplikasi, media sosial, dan anonimitas daring untuk mengeksploitasi anak-anak. Kondisi ini membutuhkan kewaspadaan dari seluruh lapisan masyarakat.

Masyarakat, terutama orang tua, diimbau untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas daring anak-anak termasuk aplikasi chat, media sosial.

Serta kenalan baru lewat internet. Karena sindikat prostitusi daring bisa memakai modus persahabatan, pekerjaan, atau tawaran menarik untuk merekrut korban.

Sementara itu, dukungan terhadap lembaga perlindungan anak dan kerja sama dengan aparat sangat penting. Pelaporan aksi mencurigakan, edukasi tentang bahaya eksploitasi seksual, dan penguatan hukum terhadap pelaku harus menjadi prioritas.

Kasus di Tanjung Priok bukan hanya soal kriminalitas, tetapi juga soal melindungi hak anak untuk tumbuh dalam lingkungan aman dan layak.

Ikuti perkembangan Info Kriminal terupadate setiap harinya agar selalu mendapat kabar terbaru dan akurat seputar dunia kriminal hanya di Info Kriminal Hari Ini.


Sumber Informasi Gambar:

  • Gambar Utama dari www.cna.id
  • Gambar Kedua dari www.liputan6.com
Home
Telegram
Youtube
Search