Hendrik Kosumo, pemilik pabrik ekstasi rumahan di Medan, tetap divonis hukuman mati setelah pengadilan tinggi memperkuat putusan sebelumnya dari Pengadilan Negeri Medan.
Vonis ini menegaskan keseriusan aparat hukum dalam memberantas peredaran narkoba jenis ekstasi di Indonesia, terutama yang melibatkan produksi dalam skala besar dan jaringan distribusi yang luas.
Pengungkapan Pabrik Ekstasi Rumahan
Kasus Hendrik Kosumo berawal dari penggerebekan yang dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri bersama Polda Sumatera Utara pada 11 Juni 2024 di sebuah rumah toko (ruko) di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area, Kota Medan.
Dari lokasi tersebut disita berbagai barang bukti berupa alat cetak ekstasi, bahan kimia sebanyak 8,96 kilogram dalam bentuk padat dan 218,5 liter cairan, serta mephedrone serbuk 532,92 gram dan 635 butir pil ekstasi.
Selain itu, ditemukan pula berbagai bahan kimia prekursor dan peralatan laboratorium yang digunakan untuk produksi narkotika tersebut.
Interogasi terhadap hendrik dan para terdakwa mengungkap bahwa pabrik ekstasi tersebut sudah beroperasi selama enam bulan dan memasarkan produknya ke berbagai tempat hiburan malam di Sumatera Utara, termasuk di Kota Pematangsiantar.
Hendrik bersama istrinya, Debby Kent, diketahui sebagai pemilik dan pengelola pabrik. Selain itu, ada empat terdakwa lain yang diduga terlibat dalam perkara ini. Termasuk orang yang bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran ekstasi.
Penguatan Vonis Oleh Pengadilan Tinggi Medan
Meskipun Hendrik mengajukan banding atas vonis tersebut, Pengadilan Tinggi Medan, dalam putusan banding yang dibacakan pada 7 Mei 2025, memperkuat vonis hukuman mati kepada Hendrik Kosumo.
Hakim Pengadilan Tinggi menegaskan bahwa vonis Pengadilan Negeri Medan adalah sesuai dengan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan. Dengan demikian, tidak ada alasan yang cukup kuat untuk mengurangi vonis hukuman tersebut.
Dalam putusan tingkat banding Nomor: 939/PID.SUS/2025/PT MDN, majelis hakim juga memerintahkan agar Hendrik tetap ditahan selama proses hukum berjalan dan membebankan biaya perkara kepada negara.
Putusan ini menegaskan sikap tegas hakim dalam menangani pelaku produksi dan peredaran narkoba kelas berat di Indonesia.
Baca Juga:
Peran Hendrik Kosumo dan Jaringan Produksi
Hendrik Kosumo, bersama istrinya Debby Kent (36), diketahui sebagai pemilik dan pengelola pabrik ekstasi rumahan tersebut. Hendrik mengaku memulai produksi ekstasi untuk konsumsi pribadi. Namun kemudian menjualnya dengan harga Rp150 ribu per butir untuk dosis tinggi dan Rp90 ribu untuk dosis rendah. Dalam persidangan, ia mengakui meraup keuntungan ratusan juta rupiah dari penjualan ekstasi tersebut.
Selain Hendrik dan Debby, terdapat empat terdakwa lainnya dalam kasus ini:
- Mhd Syahrul Savawi alias Dodi (43): Bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran ekstasi.
- Arpen Tua Purba (29): Berperan sebagai kurir yang mengantarkan pil ekstasi.
- Hilda Dame Ulina Pangaribuan (36): Memesan ekstasi untuk diedarkan.
- Debby Kent (36): Istri Hendrik, turut serta dalam pengelolaan pabrik ekstasi.
Proses Hukum dan Vonis Pengadilan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan pada 6 Maret 2025 memutuskan vonis pidana mati terhadap Hendrik Kosumo sebagai bentuk pertanggungjawaban atas aksi produksi dan distribusi narkotika golongan I jenis ekstasi dalam jumlah besar.
Pengadilan menyatakan Hendrik terbukti melanggar Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dakwaan alternatif kedua yang mengatur tentang produksi dan peredaran narkotika dalam jumlah yang melampaui batas minimal yang diatur dalam undang-undang.
Selain Hendrik, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman berbeda kepada empat terdakwa lainnya dalam kasus ini. Muhammad Syahrul Savawi alias Dodi dihukum penjara seumur hidup karena dianggap bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran ekstasi.
Tiga terdakwa lain yaitu Arpen Tua Purba, Hilda Dame Ulina Pangaribuan, dan Debby Kent (istri Hendrik) masing-masing mendapat hukuman 20 tahun penjara. Mereka semua dinyatakan bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Majelis hakim menilai perbuatan Hendrik dan kawan-kawannya sangat memberatkan. Karena telah meresahkan masyarakat dan bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan narkoba.
Selain itu, tidak ditemukan faktor yang meringankan untuk para terdakwa selama persidangan. Sehingga putusan hukuman berat dijatuhkan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kesimpulan
Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Medan menyatakan banding. Sementara Hendrik Kosumo menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari terkait apakah akan mengajukan banding atau tidak.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang terlibat dalam produksi dan peredaran narkotika. Vonis mati terhadap Hendrik Kosumo menunjukkan komitmen aparat penegak hukum dalam memberantas narkoba di Indonesia.
Masyarakat diharapkan dapat lebih waspada dan mendukung upaya pemerintah dalam memerangi peredaran narkotika demi masa depan generasi bangsa yang lebih baik.
Buat kalian yang ingin mendapatkan berita viral seputaran kriminal di Indonesia. Kalian bisa kunjungi Info Kriminal Hari Ini yang dimana akan selalu memberikan informasi menarik lainnya, yang pasti berita ter-update, terviral, dan terbaru.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari mistar.id
- Gambar Kedua dari nusantaraterkini.co
One thought on “Hendrik Kosumo Pemilik Pabrik Ekstasi di Medan Tetap Divonis Mati”