Kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo, anggota TNI, yang diduga akibat penganiayaan oleh puluhan seniornya, telah menggemparkan publik.
Insiden tragis ini, yang terjadi di Kabupaten Nagekeo, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, disebut berawal dari “pembinaan” yang kebablasan. Sebanyak 20 anggota TNI telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, termasuk seorang komandan peleton.
Kasus ini menyoroti kembali isu kekerasan dan budaya impunitas di lingkungan militer, memicu desakan untuk reformasi mendalam dan penegakan hukum yang transparan. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Info Kriminal Hari Ini.
Kematian Prada Lucky dan Pembinaan yang Berujung Fatal
Prada Lucky Chepril Saputra Namo, seorang prajurit TNI AD berpangkat prajurit dua, tewas pada 6 Agustus 2025, diduga setelah dianiaya oleh puluhan seniornya di Kabupaten Nagekeo, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Kematian ini menambah panjang daftar kasus kekerasan fisik yang menimpa anggota TNI di tangan rekan-rekan atau atasannya.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menjelaskan bahwa insiden penganiayaan ini berawal dari kegiatan “pembinaan” prajurit. Meskipun disebut sebagai pembinaan, Wahyu Yudhayana menegaskan bahwa kekerasan bukanlah bagian dari prosedur pembinaan yang semestinya dan kejadian ini akan menjadi bahan evaluasi mendalam untuk perbaikan di masa depan.
Ia juga menyebutkan bahwa ada satu prajurit lain yang juga mengalami pembinaan serupa tetapi selamat dan dalam kondisi sehat, sementara Prada Lucky tidak mampu bertahan, yang diduga berkaitan dengan kondisi fisik dan perlakuan berbeda.
Menguak Jumlah dan Peran Para Tersangka
Dalam kasus kematian Prada Lucky, jumlah tersangka terus bertambah. Sebanyak 20 anggota TNI dari Teritorial Pembangunan 834 Wakanga Mere, Nagekeo, NTT, telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Proses pemeriksaan mendalam masih terus dilakukan untuk mengungkap peran masing-masing tersangka.
Yang mengejutkan, salah satu tersangka adalah atasan langsung Lucky, yakni komandan peleton di Batalion Teritorial Pembangunan/834 Waka Nga Mere. Komandan peleton ini adalah seorang perwira muda berpangkat Letnan Dua. Ia diduga sengaja memberi izin atau kesempatan kepada bawahannya untuk melakukan kekerasan terhadap Prada Lucky.
Juru Bicara TNI AD, Brigjen Wahyu Yudhayana, mengungkapkan bahwa para tersangka dijerat dengan sejumlah pasal berbeda, termasuk Pasal 132 Kitab Hukum Pidana Militer, yang mengatur sanksi bagi atasan militer yang membiarkan atau mengizinkan kekerasan terjadi.
Baca Juga: Kepala BNN Siap Pecat Pegawai BNNK Asahan yang Ikut Perampokan Bersenjata
Kronologi Penganiayaan yang Berulang dan Kondisi Tragis Korban
Keluarga Prada Lucky menduga bahwa adiknya mengalami penganiayaan yang berulang kali dari para seniornya. Kakak Lucky, Lusy Namo, menceritakan bahwa adiknya sempat kabur dan bersembunyi di rumah orang tua asuhnya di Nagekeo pada bulan Juli karena tidak tahan dengan penganiayaan yang dideritanya.
Di sana, Lucky sempat mendapatkan perawatan atas luka-luka yang dialaminya. Namun, sejumlah senior Lucky berhasil menemukan keberadaannya dan membawanya kembali ke barak. Lusy menambahkan bahwa Lucky kembali disiksa selama seminggu setelah dijemput kembali. Ibu Lucky, Sepriana Paulina Mirpey, juga mengungkapkan bahwa putranya sempat mengaku dipukuli hingga dicambuk oleh sejumlah prajurit di barak TNI.
Hasil pemeriksaan oleh RSUD Aeramo menunjukkan adanya berbagai luka di tubuh Lucky, termasuk bekas sundutan rokok, memar, dan luka benda tajam. Pihak TNI AD menyatakan bahwa kekerasan itu diduga dilakukan dengan tangan kosong, tanpa menggunakan alat tertentu.
Tuntutan Keadilan dan Janji Transparansi
Keluarga Prada Lucky sangat terpukul atas kematiannya dan menuntut keadilan. Ibunda Lucky, Sepriana Paulina Mirpey, telah memohon agar para pelaku dihukum mati dan dipecat dari TNI. Ayah Lucky, Sersan Mayor Christian Namo, juga menuntut hukuman berat bagi pelaku. Termasuk hukuman mati dan pemecatan, dan mengungkapkan kekecewaannya karena rumah sakit menolak mengautopsi jenazah anaknya.
Pangdam IX/Udayana, Mayjen TNI Piek Budyakto, telah menemui keluarga Lucky dan berjanji akan mengusut tuntas kasus ini. Untuk memastikan penegakan hukum yang adil, akan segera dilakukan rekonstruksi kasus. TNI Angkatan Darat juga menegaskan komitmennya untuk mengusut kasus ini secara tuntas dan transparan. Serta akan menindak tegas personel yang terbukti terlibat sesuai dengan hukum dan ketentuan yang berlaku di lingkungan militer.
Sorotan Publik Terhadap Budaya Kekerasan di Lingkungan TNI
Kasus kematian Prada Lucky ini kembali memicu perdebatan mengenai budaya kekerasan di internal TNI dan isu impunitas. Para pengamat militer dan anggota DPR menyoroti bahwa budaya kekerasan yang dipelihara, ketidaktegasan pimpinan, dan impunitas menjadi akar munculnya kasus-kasus serupa. Sebuah kajian akademis oleh Kapten Nazar Roikhansyah Arif menunjukkan bahwa latar belakang prajurit yang beragam. Dan pengalaman menjadi korban kekerasan di masa lalu dapat melanggengkan praktik kekerasan di TNI.
Selain itu, kurangnya arahan dari pimpinan juga dapat membuat kekerasan menjadi budaya organisasi yang sulit dihilangkan. Mantan jenderal TNI, Tubagus Hasanuddin, menekankan bahwa “pembinaan” tidak dapat menjadi alasan pembenar untuk tindakan fisik yang berujung kematian dan mendesak pimpinan TNI untuk menyusun regulasi yang mencegah insiden serupa terulang.
Penasihat Khusus Presiden Urusan Pertahanan Nasional, Dudung Abdurachman, mengakui bahwa kasus kekerasan oleh senior di TNI sering berulang dan menekankan perlunya pimpinan untuk lebih peka dalam mengawasi prajurit muda.
Kesimpulan
Kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo membuka tabir motif kekerasan di internal TNI yang disebut sebagai bagian dari “pembinaan” yang kebablasan. Penyelidikan telah menetapkan 20 tersangka, termasuk seorang perwira, yang menunjukkan seriusnya insiden ini.
Kasus ini tidak hanya menyoroti dugaan penganiayaan yang keji, tetapi juga memicu kembali desakan untuk reformasi menyeluruh dalam sistem pembinaan dan penegakan hukum di tubuh TNI guna memberantas budaya kekerasan dan impunitas yang telah berulang kali terjadi.
Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap hanya di INFO KRIMINAL HARI INI.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.liputan6.com
- Gambar Kedua dari www.tvonenews.com