Kebakaran rumah hakim yang meminta agar Jaksa KPK menghadirkan Gubernur Sumut Bobby Nasution di persidangan bukan sekadar insiden teknis.

Ia menyentuh aspek inti dari sistem peradilan: apakah hakim dapat bekerja bebas dari tekanan dan apakah institusi negara siap melindungi aparat penegak keadilan.
Berikut ini rangkuman berbagai informasi kriminal menarik lainnya dan bermanfaat yang bisa menambah wawasan Anda ada di Info Kriminal Hari Ini.
Latar Belakang Pemanggilan
Majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan, dalam sebuah persidangan perkara korupsi proyek jalan di Provinsi Sumatera Utara. Secara resmi meminta pihak jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Gubernur Sumut Bobby Nasution sebagai saksi.
Permintaan tersebut muncul karena terdapat indikasi “pergeseran anggaran” yang dianggap relevan untuk diklarifikasi. Bobby sendiri menyatakan kesiapannya untuk hadir jika dipanggil secara sah, namun hingga saat itu belum menerima surat panggilan resmi.
Kejadian Kebakaran di Rumah Hakim
Di tengah sorotan publik atas persidangan tersebut, terjadi insiden kebakaran di rumah pribadi seorang hakim yang memimpin persidangan. Rumah tersebut terletak di Komplek Taman Harapan Indah, Lingkungan 13, Kelurahan Tanjung Sari, Medan.
Kebakaran ini memunculkan kegelisahan baru bukan hanya soal kerusakan fisik dan kehilangan harta benda. Melainkan soal rasa aman hakim saat menjalankan tugasnya di kasus-kasus berisiko tinggi.
Baca Juga: Tragedi Tawuran Di Medan: Pemuda Tewas Tertembak Saat Kericuhan
Perspektif Hukum dan Etika

Dari sisi hukum, permintaan untuk menghadirkan Gubernur Bobby Nasution adalah sesuai dengan tugas majelis hakim untuk menggali fakta secara menyeluruh. Sistem peradilan memerlukan saksi yang relevan untuk memastikan transparansi dalam kasus korupsi.
Di sisi etika dan perlindungan, pakar menyebut bahwa lembaga seperti Komisi Yudisial (KY) semestinya memiliki fungsi lebih aktif dalam memberikan perlindungan fisik, moral, dan institusional bagi hakim yang berada dalam posisi “berisiko tinggi”.
Kebakaran rumah hakim memperlihatkan bahwa ancaman terhadap penegak hukum bisa muncul dalam bentuk yang tak terduga bukan hanya suap atau intervensi langsung, tetapi juga melalui atmosfer ketidakamanan. Hal ini memunculkan pertanyaan: apakah sudah ada protokol pengamanan untuk aparatur pengadilan yang bertugas dalam kasus-kasus sensitif?
Reformasi dan Proteksi
Kejadian ini menjadi momentum kritis untuk mendorong reformasi dalam dua arah perlindungan aparatur yudisial dan transparansi persidangan. Pertama, negara dan lembaga terkait perlu menjamin bahwa seorang hakim dapat menjalankan tugas tanpa takut akan keselamatan dirinya atau keluarganya.
Kedua, dalam persidangan‐kasus strategis, publik berhak mendapatkan keterangan yang lengkap termasuk memanggil pejabat terkait jika dianggap relevan sekaligus memastikan tidak terjadi gangguan terhadap proses pengadilan.
Rekomendasi‐rekomendasi yang sering muncul antara lain penerapan protokol pengamanan khusus untuk hakim yang menangani kasus strategis, sistem pelaporan ancaman yang cepat. Kolaborasi antara pengadilan, kepolisian, dan KY untuk deteksi dini. Serta publikasi transparan tentang langkah‐langkah perlindungan tersebut.
Bagi masyarakat, penting untuk terus memantau bagaimana institusi hukum merespons insiden seperti ini bukan hanya melalui investigasi kebakaran. Tetapi melalui tindakan nyata untuk memperkuat sistem. Dalam dunia ideal. Kejadian seperti kebakaran rumah hakim tidak akan menjadi faktor yang memengaruhi hasil persidangan atau rasa aman aparatur hukum.